JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat, Ahmad Mubarok menyatakan keputusan koalisi maupun reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Anggota partai pun sudah mengetahui mengenai keputusan Presiden SBY tersebut. Menurut Mubarok, semakin banyak pertanyaan, kapan koalisi dibentuk, justru koalisi akan terbentuk. Ketika situasi politik kembali aman, dan tak ada yang mempertanyakan, baru koalisi akan berjalan. "Kita sudah tahu Presiden begitu. Itu kan hak prerogatif Presiden, jadi ya terserah presiden. Kita (Partai Demokrat) sama dengan kata Presiden, enggak ada yang berbeda. Koalisi ditanya terus-menerus, sesuatu yang diminta dan ditanya kapan terus, enggak akan muncul. Nantilah setelah enggak ada tanya-tanya baru muncul," jelas Mubarok, saat mengikuti Forum Renovasi Indonesia, Jumat (11/3/2011). Pengetahuan dapat memberikan keuntungan yang nyata. Untuk memastikan Anda mendapat informasi tentang Harga Jual Blackberry iPhone Laptop Murah, terus membaca.
Mubarok menambahkan, saat ini waktunya untuk mempertegas kembali kontrak koalisi, yang berfungsi untuk kebutuhan nasional sehingga kinerja pemerintah untuk tiga setengah tahun ke depan sebelum Pemilu 2014. "Koalisi, dipertegas kontraknya, Untuk kebutuhan nasional. Supaya tiga setengah tahun ke sana, tidak ada lagi, hiruk pikuk politik. Tapi semuanya bekerja," kata Mubarok. Namun Mubarok belum mengetahui kemungkinan tetap adanya sanksi dan reward untuk yang melanggar koalisi sebelumnya. Berita mengenai pergantian menteri dan perubahan peta koalisi mulai beredar semenjak pidato Presiden Yudhoyono pada 1 Maret 2011. Keterangan itu disampaikan sesudah usulan Angket Mafia Perpajakan kandas di DPR. Presiden menegaskan bahwa ada satu dua partai politik yang bergabung dalam koalisi melanggar kesepakatan. Semenjak itu, isu perombakan koalisi semakin gencar keluar dari Partai Demokrat, dan beberapa partai lain yang diduga akan diajak berkoalisi. Namun, Presiden Yudhoyono justru mengesampingkan keinginan Partai Demokrat. Bahkan, Presiden melaksanakan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie untuk mempertegas kontrak koalisi.
Mubarok menambahkan, saat ini waktunya untuk mempertegas kembali kontrak koalisi, yang berfungsi untuk kebutuhan nasional sehingga kinerja pemerintah untuk tiga setengah tahun ke depan sebelum Pemilu 2014. "Koalisi, dipertegas kontraknya, Untuk kebutuhan nasional. Supaya tiga setengah tahun ke sana, tidak ada lagi, hiruk pikuk politik. Tapi semuanya bekerja," kata Mubarok. Namun Mubarok belum mengetahui kemungkinan tetap adanya sanksi dan reward untuk yang melanggar koalisi sebelumnya. Berita mengenai pergantian menteri dan perubahan peta koalisi mulai beredar semenjak pidato Presiden Yudhoyono pada 1 Maret 2011. Keterangan itu disampaikan sesudah usulan Angket Mafia Perpajakan kandas di DPR. Presiden menegaskan bahwa ada satu dua partai politik yang bergabung dalam koalisi melanggar kesepakatan. Semenjak itu, isu perombakan koalisi semakin gencar keluar dari Partai Demokrat, dan beberapa partai lain yang diduga akan diajak berkoalisi. Namun, Presiden Yudhoyono justru mengesampingkan keinginan Partai Demokrat. Bahkan, Presiden melaksanakan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie untuk mempertegas kontrak koalisi.
