JAKARTA, KOMPAS.com " Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) mempunyai posisi yang strategis dalam sistem hukum di Indonesia. MK dapat memutuskan kasus-kasus besar, seperti pembubaran partai politik, sengketa pemilu, pilkada, bahkan pilpres. Untuk itu, menurut Febri, diperlukan orang-orang yang memiliki kredibilitas yang luar biasa untuk menduduki posisi sembilan hakim konstitusi dalam MK. "MK itu mempunyai kedudukan strategis dan vital dalam sistem hukum Indonesia. Salah satu contohnya, MK dapat membatalkan sebuah UU Peradilan yang dibuat dengan susah payah oleh pemerintahhanya dengan keputusansembilan orang saja. Oleh karena itu, saya kira diperlukan hakim-hakim yang mempunyai kredibilitas luar biasa, extraordinary, untuk mengatasi segala permasalahan dalam sistem hukum kita," tutur Febri, Rabu (9/3/2011) di kantor ICW, Jakarta. Apakah semuanya masuk akal sejauh ini? Jika tidak, aku yakin bahwa hanya dengan membaca sedikit lebih, semua fakta akan jatuh ke tempatnya.
Ia mengemukakan, kasus-kasus besar yang terjadi sekarang ini adalah kasus yang mempunyai kekuatan politik yang besar, serta modal dan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, jika tidak dipimpin oleh hakim yang berkualitas, akan dapat membuat anomali dalam penegakan hukum. "Bayangkan jika sembilan orang yang menduduki posisi penting di MK tersebut dipilih tanpa proses seleksi yang kurang baik. Lalu, mereka menangani kasus-kasus besar yang mempunyai kekuatan politik, modal, dan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Saya kira ini akan menimbulkan sebuah anomali penegakan hukum itu sendiri," kata Febri. Kalau sembilan orang ini bukan orang-orang yang luar biasa, menurut Febri, MK tidak akan lagi menjadi penjaga konstitusi, tetapi akan menjadi penjagal konstitusi.
Ia mengemukakan, kasus-kasus besar yang terjadi sekarang ini adalah kasus yang mempunyai kekuatan politik yang besar, serta modal dan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu, jika tidak dipimpin oleh hakim yang berkualitas, akan dapat membuat anomali dalam penegakan hukum. "Bayangkan jika sembilan orang yang menduduki posisi penting di MK tersebut dipilih tanpa proses seleksi yang kurang baik. Lalu, mereka menangani kasus-kasus besar yang mempunyai kekuatan politik, modal, dan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Saya kira ini akan menimbulkan sebuah anomali penegakan hukum itu sendiri," kata Febri. Kalau sembilan orang ini bukan orang-orang yang luar biasa, menurut Febri, MK tidak akan lagi menjadi penjaga konstitusi, tetapi akan menjadi penjagal konstitusi.
