JAKARTA, KOMPAS.com " Terdakwa Bahasyim Assifie tidak mengisi laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai kenyataan. Bahasyim tidak memasukkan harta miliknya yang tersimpan di rekening milik keluarganya. Bahasyim mengaku belum memisah-misahkan hartanya dengan harta keluarga yang tersimpan di rekening milik Sri Purwanti, istrinya, dan dua putrinya, Winda Arum Hapsari dan Riandini. "Tapi akan saya perbaiki," kata Bahasyim saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/12/2010). If you find yourself confused by what you've read to this point, don't despair. Everything should be crystal clear by the time you finish.
Pengakuan tersebut disampaikan Bahasyim ketika ditanya hakim perihal laporan harta di LHKPN yang hanya sekitar Rp 10 miliar. Salah satu harta yang dia laporkan yakni rumah mewah di Menteng, Jakarta Pusat, dan Kalibata, Jakarta Selatan. Selain membuat LHKPN tidak sesuai kenyataan, Bahasyim juga tidak menyusun surat pajak tahunan (SPT) dengan benar. Atas pertanyaan jaksa penuntut umum soal SPT itu, mantan kepala di beberapa kantor pajak ini mengatakan, "Sedang dalam perbaikan (SPT)". Seperti diberitakan sebelumnya, Bahayim mengklaim memiliki berbagai usaha sebelum bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Dia menyebut pernah membuka usaha studio foto, pemasangan saluran air, bisnis peralatan senjata, batu mulia, dan usaha lain. Namun, di hadapan majelis hakim, dia tidak dapat membuktikan pengakuannya itu. Menurut dia, bukti-bukti tentang usahanya tidak tersimpan dengan benar. Adapun Bahasyim didakwa melakukan korupsi senilai Rp 1 miliar saat menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh tahun 2005. Mantan pejabat di Bappenas itu juga didakwa melakukan pencucian uang terhadap semua harta keluarganya senilai Rp 64 miliar.
Pengakuan tersebut disampaikan Bahasyim ketika ditanya hakim perihal laporan harta di LHKPN yang hanya sekitar Rp 10 miliar. Salah satu harta yang dia laporkan yakni rumah mewah di Menteng, Jakarta Pusat, dan Kalibata, Jakarta Selatan. Selain membuat LHKPN tidak sesuai kenyataan, Bahasyim juga tidak menyusun surat pajak tahunan (SPT) dengan benar. Atas pertanyaan jaksa penuntut umum soal SPT itu, mantan kepala di beberapa kantor pajak ini mengatakan, "Sedang dalam perbaikan (SPT)". Seperti diberitakan sebelumnya, Bahayim mengklaim memiliki berbagai usaha sebelum bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Dia menyebut pernah membuka usaha studio foto, pemasangan saluran air, bisnis peralatan senjata, batu mulia, dan usaha lain. Namun, di hadapan majelis hakim, dia tidak dapat membuktikan pengakuannya itu. Menurut dia, bukti-bukti tentang usahanya tidak tersimpan dengan benar. Adapun Bahasyim didakwa melakukan korupsi senilai Rp 1 miliar saat menjabat Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh tahun 2005. Mantan pejabat di Bappenas itu juga didakwa melakukan pencucian uang terhadap semua harta keluarganya senilai Rp 64 miliar.
