JAKARTA, KOMPAS.com " Surat Ketua DPR Marzuki Alie membuat bingung delegasi Parlemen Indonesia (DPR) yang mengikuti Sidang Persatuan Parlemen Internasional (Inter-Parliamentary Union/IPU) di Swiss yang akan dibuka Sabtu (15/10/2011). Surat itu antara lain berisi dukungan Ketua DPR Marzuki Alie kepada calon dari Maroko untuk menjadi Presiden IPU dalam sidang tersebut. Padahal, surat sebelumnya, yang dipegang delegasi RI, menunjuk calon dari Indonesia, yaitu Nurhayati Assegaf, politikus Fraksi Partai Demokrat, sebagai calon Presiden IPU. Perihal surat Ketua DPR Marzuki Alie tersebut ramai diperbincangkan di Twitter sepanjang Jumat (14/10/2011). Salah satu anggota delegasi RI, politikus dari Fraksi Partai Golkar, Meutya Hafid, melalui surat elektronik dari Bern, Swiss, menceritakan perihal surat tersebut kepada Kompas. Meutya menjelaskan, IPU terdiri dari 151 negara. Setiap tahun bertemu membahas berbagai isu mulai dari hak asasi manusia, ekonomi, demokrasi, dan isu lainnya. Indonesia (DPR) sebagai negara anggota setiap tahun selalu mengirim delegasinya melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP). "Tahun ini, saya berangkat, bersama anggota delegasi lainnya. Kami berenam. Surat yang diteken Ketua DPR, menunjuk Nurhayati Assegaf (Wakil Ketua BKSAP dari Fraksi Partai Demokrat) untuk menjadi ketua delegasi," tutur Meutya. Untuk tahun ini, dua calon kuat yang mengerucut untuk mengambil alih pimpinan IPU, Indonesia dan Maroko. Berbagai parlemen negara lain memberi dukungan agar Indonesia maju. Sekretaris Jenderal IPU juga mendorong agar Indonesia juga maju. Apalagi ketua delegasi Indonesia adalah perempuan. Mereka merasa sudah saatnya IPU dipimpin calon perempuan. Semoga informasi yang disajikan sejauh ini berlaku. Anda juga mungkin ingin mempertimbangkan hal berikut:
Atas dasar dukungan tersebut, Ketua Delegasi DPR Nurhayati Assegaf resmi mendaftarkan pencalonannya. Negara yang mendaftar pencalonan akhirnya memang hanya dua, Indonesia dan Maroko. "Sebelum berangkat, kami rapat teknis bersama tim Kementerian Luar Negeri di DPR, termasuk mengatur strategi pemenangan karena Indonesia sudah resmi mendaftar," kata Meutya. Rombongan berangkat ke Swiss Kamis dini hari dan baru tahu melalui surat dari Sekjen DPR bahwa arahan Ketua DPR agar delegasi Indonesia memberi suaranya ke Maroko. "Saya baca surat tersebut di pesawat dan amat kaget. Tapi, toh saya pikir, pemilihannya nanti berupa secret ballot (pemilihan tertutup)," katanya. Sesampai di Swiss, mereka baru mengetahui rupanya Marzuki Alie menulis surat resmi sebagai Ketua DPR kepada Maroko dan juga Sekretariat IPU, terkait sikap DPR untuk Maroko. "Ketika itu baru saya terganggu," ujarnya. Pertama, surat yang ditujukan kepada Maroko tentu akan dijadikan kampanye hitamoleh Maroko terhadap Indonesia. Saat ini surat Marzuki Alie sudah mulai beredar di negara-negara lainnya untuk menjatuhkan calon dari Indonesia. Sementara IPU sendiri menjadi kebingungan karena di lain sisi Ketua Delegasi RI mendapat mandat penuh sebagai Ketua Delegasi RI untuk memutuskan sikap Indonesia, termasuk, mendaftarkan maju jadi Presiden IPU. "Tapi aneh bin ajaib, si pemberi mandat (Ketua DPR), memberi surat tembusan kepada sekretariat IPU, menyatakan mendukung Maroko untuk menjadi Presiden IPU," ujar Meutya. "Apa pun alasan dukungan tersebut, di mana harga dirinya sih, ataupun elegansinya? Jikapun ada alasan urgen Indonesia mendukung Maroko, kenapa tidak dikonsultasikan kepada delegasi? Dijelaskan duduk persoalannya. Amat memalukan delegasi, yang sudah resmi mendaftar calon Presiden IPU, ketika surat MA (Marzuki Alie) yang menyatakan dukungan terhadap Maroko justru ramai tersebar," tambah Meutya. Sekarang, kata Meutya, delegasi dan tim Kedutaan Besar RI di Swiss tengah mempelajari posisi hukum (legal standing) surat Ketua DPR. Apakah masih bisa tetap maju sebagai calon Presiden IPU atau surat Marzuki Alie itu otomatis menggugurkan. "Ia berdalih ada rapat pimpinan, tapi saya dalam hal ini mewakili Fraksi Partai Golkar tidak diajak bicara. Begitupun banyak fraksi lainnya," tutur Meutya.
Atas dasar dukungan tersebut, Ketua Delegasi DPR Nurhayati Assegaf resmi mendaftarkan pencalonannya. Negara yang mendaftar pencalonan akhirnya memang hanya dua, Indonesia dan Maroko. "Sebelum berangkat, kami rapat teknis bersama tim Kementerian Luar Negeri di DPR, termasuk mengatur strategi pemenangan karena Indonesia sudah resmi mendaftar," kata Meutya. Rombongan berangkat ke Swiss Kamis dini hari dan baru tahu melalui surat dari Sekjen DPR bahwa arahan Ketua DPR agar delegasi Indonesia memberi suaranya ke Maroko. "Saya baca surat tersebut di pesawat dan amat kaget. Tapi, toh saya pikir, pemilihannya nanti berupa secret ballot (pemilihan tertutup)," katanya. Sesampai di Swiss, mereka baru mengetahui rupanya Marzuki Alie menulis surat resmi sebagai Ketua DPR kepada Maroko dan juga Sekretariat IPU, terkait sikap DPR untuk Maroko. "Ketika itu baru saya terganggu," ujarnya. Pertama, surat yang ditujukan kepada Maroko tentu akan dijadikan kampanye hitamoleh Maroko terhadap Indonesia. Saat ini surat Marzuki Alie sudah mulai beredar di negara-negara lainnya untuk menjatuhkan calon dari Indonesia. Sementara IPU sendiri menjadi kebingungan karena di lain sisi Ketua Delegasi RI mendapat mandat penuh sebagai Ketua Delegasi RI untuk memutuskan sikap Indonesia, termasuk, mendaftarkan maju jadi Presiden IPU. "Tapi aneh bin ajaib, si pemberi mandat (Ketua DPR), memberi surat tembusan kepada sekretariat IPU, menyatakan mendukung Maroko untuk menjadi Presiden IPU," ujar Meutya. "Apa pun alasan dukungan tersebut, di mana harga dirinya sih, ataupun elegansinya? Jikapun ada alasan urgen Indonesia mendukung Maroko, kenapa tidak dikonsultasikan kepada delegasi? Dijelaskan duduk persoalannya. Amat memalukan delegasi, yang sudah resmi mendaftar calon Presiden IPU, ketika surat MA (Marzuki Alie) yang menyatakan dukungan terhadap Maroko justru ramai tersebar," tambah Meutya. Sekarang, kata Meutya, delegasi dan tim Kedutaan Besar RI di Swiss tengah mempelajari posisi hukum (legal standing) surat Ketua DPR. Apakah masih bisa tetap maju sebagai calon Presiden IPU atau surat Marzuki Alie itu otomatis menggugurkan. "Ia berdalih ada rapat pimpinan, tapi saya dalam hal ini mewakili Fraksi Partai Golkar tidak diajak bicara. Begitupun banyak fraksi lainnya," tutur Meutya.